cerpen tiga sahabat

Tiga sahabat

Wajah keriput kakek menyimpan kisah perjalanan hidup amat pahit. usia kini sudah menginjak 90 tahun di tahun 2017, bahkan usianya pun sudah tak lagi di bilang tua, melainkan manula terhias pikun.

Hujan di sore hari membuat pilu di hati nian rindu di malam minggu saat itu, bagi anak muda hari yang sangat luar biasa. penantianya berujung gelisah karena tak kunjung reda hingga bakda isya terlewati.

Segelas kopi bersahabat teh poci selalu menjadi tradisi bila mana hujan di sore hari. makanan yang bernama intip tak pernah punah sepanjang masa di tanah Jawa saat ini. sekeluwarga kami selalu sedia material intip bila mana musim penghujan seperti ini, karena moment makan intip yang paling tepat di musim penghujan seperti ini.


Hidup adalah sebuah perjalanan, dimana masa petumbuhan anak, dewasa, muda, tua, dan manula akan datang sebagai masa depan setiap seorang manusia. masa muda yang begitu tampan dan gagah masih menyimpan aura wibawa yang terpampang di pas foto itu. semakin tegas dan berwibawa bila cita-cita kakek tercapai menjadi seorang pengabdi negara, namun cita-cita itu kandas di tepi sungai yang jebol meluluh lantahkan rumah beserta harta bendanya.

"dua orang teman seperjuanganku, kini sudah tiada. rumah mewah dan megah itu tak lagi mampu menolong masa tuanya. rumah sakit sudah angkat tangan". ujar kakek begitu mengingat masa lalunya.

"jika kamu tau rumah besar dan megah yang berada di sebalah desa Selatan itu, dan pabrik kain beserta rumah tingkat di utara itu, mereka adalah teman kakek seperjuangan nak. kami bertiga mengadu nasip di kota waktu itu. kami sama-sama penjual rokok keliling. suatu hari, kami tidak bisa pulang, karena kami semua tidak ada bekal oleh-oleh untuk keluwarga di rumah. setiap malam kami semua selalu mencari solusi untuk memperbaiki ekonomi masa depan kita masing-masing. lebih memperihatinkan lagi, sehari kita berjumpa tiwul saja sudah beruntung di kota itu nak. kami berbulan-bulan bertahan hidup. saat itu juga aku musti pulang, dan tidak akan bisa bersama mereka lagi, karena kakek tidak bersependapat dengan mereka berdua".

"kenapa sampai memutuskan tidak bisa bersama mereka lagi mbah?" tanya ku.

"mereka berdua sependapat, Golek Kajening Dunyo (kehormatan di dunia). dengan jalan memuja pesugihan". jelas kakek, dengan nada rendah.

"terus.. mereka berdua berhasil jadi kaya itu ya mbah?".

"iya.. nak. entah takdir umur mereka hanya samapai di situ, atau memang sudah sampai janjinya, kakek tidak tau. mereka meninggal hanya selisih tahun, akan tetapi bulannya sama. aku pesan sama kamu nak, sesulit apa pun kehidupan ini dan yang akan datang, selalu bersyukurlah kepada sang pencipta. berjuanglah di jalan yang benar, beradap dan beragama, sehat adalah modal utama. kehormatan di dunia ini hanyalah semata, di kehidupan yang akan datang penuh pertanggung jawaban kita di dunia ini".

Meskipun harga diri dan kehormatan kakek tak seperti mereka, begitu juga ekonomi kakek hanya pas-pasan, beliau masih panjang umur hingga saat ini. semenjak kakek memutuskan untuk menjauh dari mereka, hidup hanya mengandalkan buruh seadanya di kampung. keimanan dan ketaqwaan beliau tidak bisa luluh karena harta dan kehormatan dunia yang semata.

Setahun tak berjumpa, kakek melihat, dan mendengar kabar dari kanan kiri, bahwa mereka berdua orang paling kaya di desanya. siapa yang tak mengenal mereka berdua, orang-orang kecil telah merundukan kepala jika berjumpa untuk menyapanya.

Riwayat hidup beliau sangatlah pahit jika di rasa, namun beliau tak pernah menganggap hidupnya selalu pahit. saat ini juga, beliau masih bisa melihat anak cucu dan cicitnya yang begitu banyak jumlahnya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »