Rindu Ibu Guru

Senja - Ketika kami masih duduk di bangku sekolah dasar (1998), Orang tua kami selalu mendidik untuk mandiri. Menyelesaiakan pekerjaan apa yang menjadi tanggung jawab keseharian kami, dari sekolah hingga pekerjaan rumah.

Setiap pagi, kami selalu menyapa Ibu guru yang terkenal sederhana itu. Karenanya Beliau satu satunya Ibu guru yang lewat samping rumah kami, dan satu satunya Guru yang naik sepeda ontel kerbau dari semua guru kami di SD. Dan Ajaibnya, Beliau Guru yang sering datang pertama kalinya tiba di sekolah.

Hampir setiap hari, Pukul 06:30, Setiap kami berangkat sekolah selalu berjumpa Beliau di jalan saling menuju ke Sekolahan. Lonceng kring kring di sepedanya menjadi ciri khas Beliau karena banyak yang menyapa selain siswa, mereka sedikit banyak mengenal jiwa pahlawan beliau dalam mendidik murid.

Kangen sekolah

Tegas dan Bijaksana, lembut bukan tipe wajah beliau yang cengeng, bahkan Siswa kelas 6 mampu merundukkan kepala jika terlambat sekolah menghadap beliau di ambang pintu pagar reok dari bambu itu.

"Pendidikan di luar jam sekolah selanjutnya tanggung jawab orang tua di rumah" kata Ibu Guru. "Gunakan waktu di rumah membantu orang tua ya". 

"Ya bu"

Kebahagian kami dapat sepenuhnya jikala penerimaan Raport sekolah tiap tiga bulan sekali, 1 bulan Libur sekolah itu yang kami nanti nanti kala itu. Kami belum mengenal apa itu Semester Genap dan Semester Gasal Pendidikan saat ini, kami hanya mengenal Catur wulan kala itu. 

Dalam 1 tahun kami Sekolah menerima Raport 3 kali, dan yang membuat kami tersenyum libur Catur Wulan ke 3 pasti jatuh pada hari Puasa hingga setelah lebaran baru masuk sekolah. 

Sorak sorak gembira, jadwal piket bawa sapu dari rumah. Wajah wajuh lugu dan culun ketika kami membawa sapu dari rumah nampak begitu bahagia ternilai tanggungjawab membersihkan sekolah. 

Entah mendapat Rangking atau tidak, Orang tua kami sudah sangat bersyukur jika tidak tinggal kelas. Kebanggan nilai sendiri, kami selalu mendapat Rangking entah 3 atau 4 dari murid jumalah 17 orang sekelas kami.

Ibu Tanem, Belau adalah Ibu Kita Kartini kami dari semua Siswa SD Negeri Kedungjambal 1, Dari kelas 1 hingga kelas 6 siapa yang tak mengenal sosok Beliau dan berbakti kepadanya. Siapa yang tak mengenal Beliau Ibu Guru yang paling Familiar keras mendidik muridnya agar Pandai, Harapan yang di impikan Beliau sampai saat ini masih ku ingat.

Beliau memang terkenal keras dalam mendidik murid, Semua itu hanya demi masa depan murid muridnya. "Kalian semua harus naik kelas, jangan sampai ada yang nunggak"  Tegas Beliau. 

Penggaris dan papan hitam serta kapur putih masih melekat di benak kami ketika sehelai batang bambu untuk Peraga memperjelas tulisan di papan tulis. Serius dan ketegangan datang dari raut wajah para siswa sedang menyimak ajaran beliau.  

"Kalian harus Pintar semua, kalian harus sukses apa yang menjadi cita cita kalaian, ngerti" 

"Jangan cuma sekolah asal asalan"

Diam membisu, tak satupun ada yang memandang wajah Beliau. 

" Siapa yang bercita cita jadi Profesor, Acungkan jari" 

Satu orang unjuk jari, ia akan menjadi sasaran untuk membaca apa yang Beliau tuliskan di papan tulis. Menjawab pertanyaan soal matmatika, dan memberi contoh kepada yang lainya. Jika pertanyaan Cita cita dokter, mereka juga di suruh maju ke depan. Berbaris satu persatu menyelesaikan dari pertanyaan Beliau.

Keringat dingin bercucuran raut wajah salah satu rekan kami. Lugu dan lucu, kulit hitam manis dua di antara rekan kami yang belum dapat membaca dengan lancar. 

" Ini ibu budi" 

Tiga huruf yang familiyar saat saat kami memulai belajar membaca di bangku Taman kanak kanak (TK), Hari ini masih di ulang kembali untuk siswa yang belum lancar membaca dan menghafal. Dua siswa sungguh memperihatinkan belum dapat membaca lancar menjadi tolak ukur kami untuk selalu belajar kelompok ketika kami pulang mencari rumput selepas pulang sekolah.

Satu di antaranya anak yatim, siapa lagi kalau bukan kakaknya dan kami untuk selalu belajar kelompok selepas dari sekolahan. Alih-alih kesibukan di hari yang penuh warna, ia tinggal bersama kakek dan nenek tercinta di rumah. Sementara sang ibu merantau di kota untuk memcukupi kebutuhan hidup di kampung. 

Ternak kambing, ya.. 

Satu satunya kesibukan merawat hewan berkaki empat, dan puluhan ekor hewan berkaki dua, siapa kalau bukan ayam dan entok untuk keperluan harian untuk di jual jika tak lagi punya tabungan lubang bambu. 

Beruntung dan ajaib saku sekolah kami hanya 100 rupiah, sebagian pulang untuk makan rengginan entah itu intip beras ia makan sambil jalan menuju sekolahan kembali. Mereka semua baik hati, bahkan sebaik teman dekat yang mereka pilih memilih, bukan suatu yang mustahil dari dulu sudah ada.

Anugrah yang terindah, bahkan pulang hanya demi sarapan karena tak sempat sarpan tadi pagi lantaran tak ada yang di makan karena belum matang. Air putih dari kendi tanah liat, warna hitam dan lusuh tempat itu cukup sudah melepas dahaga bersama teman dekatnya, itu saja musti di tempuh 10 menit dari sekolahan jalan kaki. 

"Begitulah, Cerita Waktu Ayahku sekolah Nak"

Tahun 2020 ini

Kami merindukan sekolah, Dimana kami libur terlalu lama hingga lebih dari 6 bulan. Jauh dari tepat duduk dan meja Sekolahan. Berbulan bulan kami libur sekolah karena Dunia sedang tak lagi bersahabat. 

Kami benar benar merindukan sekolah seperti dulu, bertemu Bapak Ibu Guru, dan teman teman. Upacara di hari senin, Kami tak bisa melupakan ini semua. Sekolah online di rumah tak seperti sekolah sungguhan, karena waktu kami banyak untuk bermain dan bermain di rumah. 


Bangun pagi, sarapan, berangkat Sekolah dengan riang gembira. Kami sangat rindu Ibu Guru dan Pak Guru di Sekolahan. Anugrah terindah yang tak pernah terlupakan Saat saat di sekolah. Kapan Aku bisa berekolah lagi. 
"Semoga kalian baik baik saja Teman Teman"

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »