Hidup di zaman dongeng - Keriput tulang di sekujur tubuh tak sebanding dimasa ia masih muda. Umurnya sudah memasuki satu abad di tahun ini menurut pendapat mulut ke mulut tetangga setempat. Pahit getir peradapan zaman masa itu sudah ia lalui begitu tegar, wajar saja hidup dimasa ubi dedaunan menjadi makanan pokok. Jangankan padi untuk menjadi beras migrasi nasi, 1 minggu berjumpa singkong segelintir saja serasa hidup di surga.
Hidup dari dongeng ke dongeng ia dapat sejak kecil ketika memejamkan mata menjelang tidur malam di pelukan ibu tercinta. Usapan kepala menjadi tradisi bocah kecil trah Jawa, sesekali mengusap punggung terkadang menepuk pantat mungilnya juga dapat mengantar tidur.
Siang lenyap di telan malam, kami tidak di perbolehkan untuk keluar rumah dan lebih-lebih duduk di tengah puntu atau juga melamun bersandar ambang pintu, gadis-gadis remaja di larang untuk nyapu di malam hari, bahakan bangun kesiangan. Memang Benar-benar sakral hidup di masa itu.
Petuh-petuah tempo dulu sudah menjadi tradisi jawa hingga saat ini, ketakutan terkadang terbukti terkadang tidak akan godaan setan dan iblis sudah tak lagi di hiraukan hanya sebagian saja. Mitos dan legenda sedikit demi sedikit di telan waktu zaman moderen ini.
"suk emben bakal nemoni zaman enek suara oraenek rupa",
Kata orang dahulu yang Menjadi Dongeng itu sudah terbukti, yang mempunyai arti bahasa nasiaonal "Suatu Saat Nanti Ada Zaman Ada Suara Tidak Ada Rupa".
Zaman Doneng turun temurun itu memang sudah kenyataan bahawa saat ini cucu kakek yang berada di luar negeri Sakura da Amerika dapat berkomunikasi melalui via Telepon. Menanyakan kabar baik tentang keluwarga yang di Indonesia.
Terdiam seakan berfikir mengingat masa lalu kakek tersenyum kecut dari kata Dongeng tempo dulu itu. Apa yang tersirat dalam "ada suara tidak ada rupa" benar terjadi di zaman maju ini.
Baca juga: Arkeolog ke Sangiran
Bahkan untuk berbicara tidak hanya suara saja, muka juga dapat terlihat jelas di layar monitor headphone saat ini. untuk berfikir lebih sulit lagi jika kakek mengetahui yang jauh disana dapat disini. Dongeng berabad-abad itu benar kenyataan.
Hidup dari dongeng ke dongeng ia dapat sejak kecil ketika memejamkan mata menjelang tidur malam di pelukan ibu tercinta. Usapan kepala menjadi tradisi bocah kecil trah Jawa, sesekali mengusap punggung terkadang menepuk pantat mungilnya juga dapat mengantar tidur.
Siang lenyap di telan malam, kami tidak di perbolehkan untuk keluar rumah dan lebih-lebih duduk di tengah puntu atau juga melamun bersandar ambang pintu, gadis-gadis remaja di larang untuk nyapu di malam hari, bahakan bangun kesiangan. Memang Benar-benar sakral hidup di masa itu.
Petuh-petuah tempo dulu sudah menjadi tradisi jawa hingga saat ini, ketakutan terkadang terbukti terkadang tidak akan godaan setan dan iblis sudah tak lagi di hiraukan hanya sebagian saja. Mitos dan legenda sedikit demi sedikit di telan waktu zaman moderen ini.
"suk emben bakal nemoni zaman enek suara oraenek rupa",
Kata orang dahulu yang Menjadi Dongeng itu sudah terbukti, yang mempunyai arti bahasa nasiaonal "Suatu Saat Nanti Ada Zaman Ada Suara Tidak Ada Rupa".
Zaman Doneng turun temurun itu memang sudah kenyataan bahawa saat ini cucu kakek yang berada di luar negeri Sakura da Amerika dapat berkomunikasi melalui via Telepon. Menanyakan kabar baik tentang keluwarga yang di Indonesia.
Terdiam seakan berfikir mengingat masa lalu kakek tersenyum kecut dari kata Dongeng tempo dulu itu. Apa yang tersirat dalam "ada suara tidak ada rupa" benar terjadi di zaman maju ini.
Baca juga: Arkeolog ke Sangiran
Bahkan untuk berbicara tidak hanya suara saja, muka juga dapat terlihat jelas di layar monitor headphone saat ini. untuk berfikir lebih sulit lagi jika kakek mengetahui yang jauh disana dapat disini. Dongeng berabad-abad itu benar kenyataan.
